Klaim ilmiah pada kemasan obat  herbal atau jamu pada beberapa merk tak menjamin kealamian dan keamanannya.

Wakidi malam itu merasa seluruh badannya pegal-pegal ngilu tak berkesudahan.  Sehabis bekerja seharian sebagai kuli bangunan di berbagai proyek bangunan gedung di area Yogyakarta, ingin rasanya ia memanggil tukang pijat untuk dirajah tubuhnya lalu tidur pulas hingga pagi. Namun urung, ia memutuskan untuk minum jamu saja. Ia percaya pada obat-obatan tradisional itu secara cepat dapat menyembuhkan pegal linunya, cesplengbegitu. Ia bergegas datang ke depot jamu di bilangan Jalan Laksda Adi Soetjipto, memesan jamu pegal linu, lantas si penjual jamu dengan tangkas membuatkan jamu pesanan Wakidi.

Wakidi adalah satu di antara konsumen obat tradisional yang percaya sepenuhnya bahwa kealamian jamu menjadi garansi keamanannya. Namun, tanpa disadari, beberapa merk obat herbal dan jamu mengandung bahan kimia obat yang dalam takaran tertentu berbaya. Bukannya menyembuhkan karena khasiat tanaman herbal, obat herbal dan jamu jenis ini malah kemungkinan mencelakakan. Beberapa bahan kimia berbahaya yang sudah ditemukan dalam jamu dan obat herbal yang yang pernah ditemukan Badan POM di antaranya paracetamol, fenilbutason, dan sildenafil (Antaranews.com 8 November 2013).

Menanggapi kasus penemuan Bahan Kimia Obat (BKO) dalam obat-obatan yang seharusnya herbal, Arde Toga Nugraha, Msc. Apt. seorang pengajar mata kuliah bahan alam di Prodi Farmasi Universitas Islam Indonesia mengatakan, “Jamu dan obat herbal ada bedanya. Jamu bisanya diseduh dan diminum langsung tapi obat herbal harus dilakukan pengolahan dulu, setidaknya diekstraksi. Nah, proses pengolahan ini seharusnya menggunakan air namun ada bahan tertentu yang tak adapat diekstraksi menggunakan air, maka menggunakan senyawa etanol. Hal demikian dapat dilakukan namun harusharus dilakukan terlebih dahulu bahwa kandungan etanolnya hilang sebelum dikonsumsi”.

 “Seharusnya jamu itu dibuat dengan dosis kecil dan harus diminum secara rutin. Jamu dibuat untuk menjaga tubuh tetap stabil, bukan untuk langsung menyembuhkan”

BKO dalam obat herbal menurut Arde biasanya yang banyak ditemukan adalah pada jamu pereda nyeri yang ditambahkan paracetamol ata dexamethasone. Hal menjadikan penambahan BKO pada obat herbal berbahaya adalah takaran yang tak tentu. Penambahan BKO tanpa dosis yang tepat dapat menimbulkan overdosis atau subdosis. “Kalau subdosis okelah, tapi kalau sudah overdosis yang berbahaya”, tegasArde.

Terjadinya penambahan BKO pada obat herbal tanpa takaran yang jelas menurut Arde dapat ditanggulangi jika berbagai lembaga bekerjasama, lembaga pemerintah dalam hal ini BPOM, pihak swasta, dan akademisi khususnya dalam bidang kesehatan. Arde berpendapat, selama ini pemerintah sudah cukup aktif memberantas obat-obatan yang diketahui berbahaya apabila tanpa resep dokter. Apalagi saat ini sudah diratifikasi udang-undang yang memungkinkan BPOM melakukan penindakan terhadap pelanggar izin edar obat-obatan.  Namun, dalam praktiknya menurut Arde masih kekurangan SDM, maka dari itu akademisi yang bergerak dalam bidang kesehatan harusnya dilibatkan.

“Mahasiswa farmasi misalnya, dapat turut serta mengawasi peredaran obat herbal yang ternyata berbahaya sekaligus sebagai bahan penelitian skripsi”, Arde menyarankan. Dapat dimulai dengan lingkungan terdekat dahulu, jika menemukan obat herbal atau jamu dengan bahan yang sekiranya berbahaya, dapat dibawa ke laboratorium sebagai sampel penelitian.

Masyarakat sebagai pasien pun harus lebih aktif melakukan pengecekan sebelum mengonsumsi obat-obatan herbal dan jamu. Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengecek nomor registrasi obat pada situs BPOM. Jika sudah terdaftar pada BPOM Arde menjelaskan, tidak mungkin kemanfaatannya dapat menyembuhkan segala penyakit seperti pada klaim kemasan. “Seharusnya jamu itu dibuat dengan dosis kecil dan harus diminum secara rutin. Jamu dibuat untuk menjaga tubuh tetap stabil, bukan untuk langsung menyembuhkan”  jelas Arde.

“Hal yang harus dipastikan terlebih dahulu dalam pembuatan obat adalah keamanannya, baru kemanfaatannya”, Arde mengakui bahwa dalam pembuatan obat herbal dan jamu memang terdapat banyak tantangan, oleh karena itu “Hal yang harus dipastikan terlebih dahulu dalam pembuatan obat adalah keamanannya, baru kemanfaatannya”, tandasArde.

 

Alam memberikan kepada kita bahan alam darat dan laut berupa tumbuhan, hewan dan mineral yang jika diadakan identifikasi dan menentukan sistematikanya, maka diperoleh bahan alam berkhasiat obat.

Jika bahan alam yang berkhasiat obat ini dikoleksi, dikeringkan, diolah, diawetkan dan disimpan, akan diperoleh bahan yang siap pakai atau yang disebut dengan simplisia. Farmakognosi merupakan salah satu ilmu yang mempelajari tentang bagian-bagian tanaman atau hewan yang dapat digunakan sebagai obat alami yang telah melewati berbagai macam uji seperti uji farmakodinamik, uji toksikologi dan uji biofarmasetika.

 

Farmakognosi adalah sebagai bagian biofarmasi, biokimia dan kimia sintesa, sehingga ruang lingkupnya menjadi luas seperti yang diuraikan dalam definisi Fluckiger. Sedangkan di Indonesia saat ini untuk praktikum Farmakognosi hanya meliputi segi pengamatan makroskopis, mikroskopis dan organoleptis yang seharusnya juga mencakup indentifikasi, isolasi dan pemurnian setiap zat yang terkandung dalam simplisia dan bila perlu penyelidikan dilanjutkan ke arah sintesa.

Beberapa istilah dalam pelajaran farmakognosi antara lain:

  1. Simplisia : adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan.
  2. Eksudat tanaman : Adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni.
  3. Alkaloida : adalah suatu basa organik yang mengandung unsur Nitrogen (N) pada umumnya berasal dari tanaman, yang mempunyai efek fisiologis kuat/keras terhadap manusia.
  4. Enzim : Adalah suatu biokatalisator yaitu senyawa atau zat yang berfungsi mempercepat reaksi biokimia / metabolisme dalam tubuh organisme.
  5. Pemerian : Adalah uraian tentang bentuk, bau, rasa, warna simplisia, jadi merupakan informasi yang diperlukan pada pengamatan terhadap simplisia nabati yang berupa bagian tanaman (kulit, daun, akar, dan sebagainya).

 

Lebih spesifik, berikut beberapa contoh istilah yang berhubungan dengan simplisia dan penyaki di antaranya:

1.      Stomakika Memacu enzim – enzim pencernaan
2.      Anti piretika Menurunkan suhu badan
3.      Cardiotonika Untuk penguat kerja jantung
4.      Ekspetoransia Mengurangi  batuk berdahak
5.      Diaforetika Sudorifika Memperbanyak keluarnya keringat/peluruh keringat
6.      Litotriptika Menghancurkan batu pada kandung kemih
7.      Sedativa Obat penenang
8.      Trikhomoniasis Penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur yang hidup di atas kulit (dermatofyt), jamurnya adalah Trichofyton

 

Sumber:

belajar-farmasi.blogspot.com/p/kamus-farmakognosi.html

muhammad-mahdhun.blogspot.com/stilah-istilah-farmakognosi

Eddie Lembong, kenang Boni Triyana dalam Historia.id, selalu berpakaian necis dengan rambut yang terseisir rapi klimis. Boni mengenal Eddie lembong sebagai sosok yang ramah dan mempunyai selera humor yang baik, ia tak segan untuk menertawakan dirinya sendiri agar lawan bicaranya tergugah untuk tertawa. Dalam dunia farmasi Indonesia Eddie Lembong terkenal sebagai pengusaha farmasi sukses sekaligus tokoh Tionghoa yang mendorong kehidupan berbangsa yang toleran.

Ediie Lembong lahir di Tinombo, Sulawesi Tengah, 30 September 1936.  Ia menjalani sekolah di THHK Gorontalo pada 1946, lalu SMP Don Bosco (1948 – 1951) di Menado, Sulawesi Utara. Tamat SMA Don Bosco (1957) semula ia bercita-cita masuk di FKUI untuk menjadi dokter, namun gagal dalam psikotes. Oleh karena itu ia melanjutkan ke jurusan farmasi Fakultas IPA di Universitas Indonesia Bandung yang kini menjadi Institut Teknologi Bandung. Sejak kuliah ia sudah menunjukkan keaktifannya untuk menyelesaikan berbagai persoalan sosial. Ketika ia kuliah, keadaan sulit mendapatkan literatur pembelajaran. Oleh karena itu, ia berinisiatif untuk mengetik ulang buku yang ia pinjam, memfotokopinya dengan cara stensil, lalu menjualnya. Kiprah Eddie dalam pengadaan buku-buku kuliah inilah agaknya yang membuat Fakultas Farmasi terbebas dari kerusuhan anti-Tionghoa waktu itu.

Tahun 1968 ia menjadi fungsionaris BPP ISFI pusat. Selama 12 tahun ia menjadi anggota pengurus pusat Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia sejak tahun 1972. Selama 17 tahun ia menjabat, antara lain tahun 1972-1975 sebagai sekretaris jenderal GP Farmasi Pusat, kemudian tahun 1975-1987 sebagai wakil ketua GP Farmasi Pusat dan 1993-1999 sebagai ketua dewan penasehat GP Farmasi Pusat.

Pada 1971 bersama seorang rekannya Eddie Lembong mendirikan pabrik obat Pharos, yang terinspirasi dari nama Pulau Pharos di dekat Teluk Alexandria, Mesir. Tak lama berkongsi, dia memutuskan mengambil alih kendali Pharos sendirian, sekaligus menanggung beban utang yang membelit perusahaan. Dukungan situasi politik yang stabil pada masa pemerintahan Soeharto menjadi faktor dalam kesuksesan bisnis yang dibangun Eddie Lembong. Tak hanya pabrik obat, Eddie juga membangun jaringan pemasaran produknya melalui apotek Century yang didirikan pada 1993. Apotek tersebut tak hanya menjual obat, tapi juga menyediakan layanan informasi bagi konsumen mengenai obat yang mereka beli. Pemberi informasi tak lain adalah farmasi atau apoteker, yang pada apotek konvensional seringkali hanya dipinjam namanya sebagai cara mendapatkan izin membuka usaha apotek.

Akan tetapi, pada 1997 krisis moneter datang mendera perekonomian Indonesia. Ketika banyak perusahaan gulung tikardan mencari jalan keluar dengan mengajukan Bantuan Liquiditas Bank Indonesia, dengan kepemimpianan dan manajemen yang baik Eddie Lembong berhasil mempertahankan perusahaannya bahkan tak berhutang sepeser pun.

Sehabis krisis meneter mereda, cobaab lain kembali datang menghampiri Eddie Lembong. Pada kurun waktu dari 1997 hingga terjadi peristiwa Mei 1998 Jakarta terbakar diamuk
massa, mengawali rangkaian tragedi rasial yang membawa luka mendalam bagi warga Tionghoa di Indonesia. Eddie menyadari ada sesuatu yang salah pada hubungan antaretnis di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk ini. Sejak peristiwa tersebut, dia “banting setir” tak semata memikirkan bisnis lagi, tapi juga mencurahkan perhatiannya pada isu multikultural di tengah masyarakat Indonesia.

Tahun 1999 ia mengundurkan diri dari kepemimpinan PT Pharos, lalu pada 10 April 1999 ia bersama Ir Gilbert Wiryadinata mendirikan perhimpunan INTI  atau Indonesia-Tionghoa, yang bertujuan memperjuangkan kesamaan hak dan gerakan anti diskriminasi etnis Tionghoa. Para pendiri INTI sadar diskriminasi yang kerap terjadi terhadap warga Tionghoa diwariskan sejak zaman kolonial, seperti termaktub dalam peraturan pemerintah kolonial tahun 1854 yang menggolongkan masyarakat jajahan ke dalam kelompok-kelompok ras.

Tahun 2006 Eddie mendirikan Yayasan Nabil ayang bertujuan mengembangkan gagasan penyerbukan silang budaya. Tahun 2007 ini penghargaan Nabil diberikan kepada Claudine Salmon atas jasanya mempertahankan eksistensi kebudayaan Tionghoa di masa-masa sulit represi politik Orde Baru. Melalui Yayasan Nabil, Eddie juga mengusahakan agar John Lie, perwira Angkatan Laut yang memainkan peranan penting dalam masa revolusi kemerdekaan Indonesia, mendapat gelarPahlawan Nasional. Gelar tersebut diperoleh 9 November 2009. Tak hanya John Lie yang Tionghoa, Eddie juga mengajukan AR Baswedan dari tokoh Indonesia keturunan Arab sebagai Pahlawan Nasional. Namun, hingga kini Baswedan belum kunjung ditetapkan jadi Pahlawan Nasional

Prinsip yang dijunjung tinggi oleh Ediie Lembong dalam memperjuangkan toleransi adalah bahwa, setiap orang berhak membawa keunikannya masing-masing sebagai ciri khas, baik maupun kultural, yang terwariskan dari mana suku bangsanya berasal. Seorang Jawa bisa tetap menjadi seorang Jawa, begitu pula seorang Tionghoa bisa tetap menampilkan diri sebagai seorang Tionghoa. Ini pula berlaku secara kolektif, sehingga memperkaya khazanah kebudayaan Indonesia, bukan malah menyeragamkannya.

Gagasan tersebut membutuhkan kondisi yang “Political correctness”, sehingga situasi “plural monokulturalisme” bisa menuju situasi yang “multikulturalisme”. Karena bagaimana pun masyarakat bineka hanya bisa dipertahankan oleh suatu budaya politik kewargaan yang demokratis (democratic citizenship) yang menjamin bukan saja hak-hak sipil dan politik setiap individu (individual rights), tetapi juga hak-hak sosial-budaya kelompok masyarakat (communitarian rights).

Eddie Lembong telah menjadi sosok berpengaruh pada dua hal sekaligus, menjadi pemimpin perusahaan farmasi yang pawai dan pendorong tumbuhnya kepedulian terhadap kehidupan yang toleran. Nama Eddie Lembong manjadi satu di antara tokoh Tiohoa yang paling berpengaruh di Indonesia. Kini Eddie Lembong telah berpulang pada 1 November 2017, tubuhnya terbaring damai di San Diego Hills, Cluster Serenity Mansion, Teluk Jambe, Karawang Barat.

 

Sumber:

nasional.kompas.com, Eddie, Memperkuat Mata Rantai Persatuan

Historia.id, In Memoriam Eddie Lembong (1936 – 2017)

Pertama.id, Tokoh Tionghoa Indonesia Eddie Lembong Meninggal Dunia

Pada 12-15 Januari 2018 lalu Prodi Farmasi Universitas Islam Indonesia bersama-sama dengan University of Rhodes Island, Amerika Serikat, menggelar J-Term 2018. J-Term atau Winer J-Term, sebagaimana dijelaskan dalam laman resmi University of Rhodes Island adalah  program semester pendek untuk mengisi libur musim dingin yang diadakan setiap bulan Januari. Melalui Winter J-Term mahasiswa mempunyai kesempatan untuk merasakan pembelajaran yang unik, pengabdian kepada masyarakat, eksplorasi karir, dan perjalanan ke beberapa negara.

Manfaat yang paling banyak dirasakan oleh mahasiswa maupun orang-orang di sekitarnya dari J-Term adalah program pengabdian masyarakat. J-Term telah menjadi alternatif mengisi kegiatan libur musim dingin dengan lebih bermakna bagi ornag banyak. Pengabdian masyarakat J-Term 2018 kali ini bekerja sama dengan Program Studi Farmasi UII. Kegiatan pengabdian masyarakat tersebut berupa penyuluhan kesehatan kepada kader-kader kesehatan yang ada di Puskesmas Ngemplak 1 dan 2 serta Puskesmas Mlati 2, Sleman, Yogyakarta.

Mahasiswa dari University of Rhodes Island menyampaikan penanganan pertama pada penyakit tertentu seperti asma dan cara menggunakan inhaler untuk menolok penderita asma. Selain itu, penyuluhan kesehatan juga meliputi materi tentang gejala-gejala penyakit struk ringan dan hipertensi. Kegiatan penyuluhan tersebut diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada kader kesehatan puskemas tentang penanganan yang tepat ketika terjadi keadaan darurat di lingkungannya.

Sekalipun mengaku terkendala dengan bahasa, peserta Program J-Term mengaku senang dengan sambutan dari kader Puskemas yang diberikan penyuluhan. Seperti Michael yang merasa pengalaman paling berkesan pada program J-Term 2018 ini adalah ketika datang desa dengan kebudayaan yang baru baginya. Penduduk desa tersebut terlihat sangat antusias dengan penyuluhan kesehatan yang diberikan, ada banyak hal yang ingin ditanyakan walaupun tak dapat berbahasa Inggris.

Program pengabdian masyarakat J-Term 2018 ditutup pada 15 Januari 2018 dengan upara penurupan sekaligus penyerahan kenang-kenangan dari kedua universitas yang diadakan di Gedung Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UII.

Didorong oleh kasus penyebaran obat-obatan ilegal yang kian banyak terungkap, berbagai apotek di Indonesia tiba-tiba ramai dihiasi dengan banner bertuliskan: Apoteker Memerangi Obat Ilegal.

Memangnya seberapa parah penyebaran obat-obatan ilegal di Indonesia? Dari awal hingga Januari 2018 saja Bea Cukai sudah menindak setidaknya 234 kasus peredaran obat ilegal. Modus peredaran tersebut dilakukan melalui jalur pelabuhan, kiriman e-commers, dan jalur pelabuhan tikus, namun kasus terbanyak adalah pengiriman mellaui kantor pos atau jasa titipan (health.liputan6.com).

Tak hanya itu, pada tahun-tahun sebelumnya masih banyak lagi kasus peredaran obat ilegal, yang paling menggemparkan tentu saja peredaran pil PCC. Berikut beberapa temuan kasus peredaran obat-obatan ilegal sebagaimana diungkapkan BPOM dalam kompasiana.com :

  1. Januari 2014 ditemukan bahan baku ilegal Carisoprodol sebanyak 195 tong @25 Kg (4.875 Kg) di Pelabuhan Sunda Kelapa di Jakarta Utara.
  2. September 2016 ditemukan 42 juta tablet ilegal yaitu Carnophen, Trihexyphenidyl (THP), Tramadol, dan Dekstometorfan di Balaraja — Banten. Tablet ilegal ini sudah dimusnahkan. Sebanyak 60 truk barang bukti yang dimusnahkan tersebut memiliki nilai keekonomian sekitar 30 miliar rupiah.
  3. Operasi Terpadu Pemberantasan Obat-obat Tertentu (OOT) yang sering disahgunakan di wilayah Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Banjarmasin, Mataram, Denpasar, Makassar, Serang, dan Palangkaraya pada tanggal 17-21 Juli 2017. Dari hasil operasi terpadu tersebut ditemukan masih adanya peredaran OOT di toko obat, toko kosmetik, dan toko kelontong sejumlah 13 item (925.919 pieces) dengan total dengan nilai keekonomian mencapai 3,1 miliar rupiah.
  4. Operasi Gabungan Nasional 5-6 September 2017. Ditemukan 436 koli atau sekitar 12 juta butir obat ilegal yang sering disalahgunakan yaitu Carnophen, Trihexyphenidyl (THP), Tramadol, dan Seledryl dengan nilai keekonomian mencapai 43,6 miliar rupiah di Banjarmasin. Temuan ini hasil Operasi Gabungan Nasional Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal yang dilakukan oleh petugas BBPOM di Banjarmasin bekerja sama dengan Tim Khusus “Bekantan” Polda Kalimantan Selatan.
  5. Balai Besar POM di Makassar juga menemukan “PCC” sebanyak 29.000 tablet. pelanggaran tersebut merupakan tindak pidana di bidang obat. Badan POM akan mengambil langkah tegas termasuk merekomendasikan pencabutan izin sarana ke Kemenkes.

Jika dirangkum dalam grafik, peredaran obat ilegal di Indonesia seperti dicatat dalam Majalah Info Singkat Vol. VIII, September 2016, media resmi publikasi DPR RI, adalah sebagai berikut:

Sumber: Badan POM 2016

BPOM (dalam Kompas.com) menjelaskan dampak penggunaan obat ilegal yakni obat, obat tradisional, dan kosmetik palsu menimbulkan dampak kesehatan bagi kulit dan organ. Untuk kulit, efek samping dari penggunaan obat palsu yang berkepanjangan seperti reaksi fotosensivitas dan syndrom Steven Johnson. Sedangkan untuk efek semping terhadap organ yaitu dapat menimbulkan kerusakan ginjal, kerusakan hati, moon face dan kerusakan jantung.

Oleh karena itu, pemerintah dengan segera mencari formulasi tepat agar peredaran obat ilegal segara dapat dihentikan. Di antara kebijakan tersebut, pemerintah merumuskan di antaranya pengawasan pre-market dan post-market, lalu dilanjutkan dengan tindakan pemidanaan. Namun, dalam proses pengawasan pre-market dan post-market yang dilakukan oleh Balai Besar POM dan Balai POM yang ada di 33 propinsi di Indonesia, masih tergolong kurang efektif karena kekurangan SDM. Untuk mengawasi 33 propinsi tersebut BPOM memiliki 3.881 orang dengan wilayah kerja yang sangat luas. Selain itu, fasyankes  sarana pelayanan kefarmasian yang menjadi objek pengawasan Badan POM berjumlah 200.000 (Info Singkat Vol. VIII, September 2016: 10-11).

Melihat kondisi demikian memunculkan gagasan untuk memperkuat kewenangan Badan POM dalam pengawasan obat, yaitu melalui RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan
serta Pemanfaatan Obat Asli Indonesia. RUU yang menjadi usul inisiatif DPR
tersebut masuk ke dalam Prolegnas 2014-2019 dengan urutan nomor 121. Melalui RUU, penguatan Badan POM perlu dilakukan dalam bentuk:

  1. Adanya bagian intelijen, penyelidikan danpenyidikan, pengejaran dan penindakan pelaku, pengawasan dan pemusnahan barang bukti, dan tindak pidana pencucian uang. Dengan demikian Badan POM dapat secara otonom melakukan tugas pemberantasan obat ilegal.
  2. Pendirian Balai POM dan Pos POM tidak hanya pada tingkat provinsi melainkan sampai ke tingkat kecamatan atau kelurahan untuk dapat menjangkau pengawasan di seluruh fasilitas kesehatan dan fasilitas kefarmasian seiring dengan peningkatan jumlah, kapasitas, dan
  3. Peningkatan advokasi kepada pemerintah daerah untuk dapat menindaklanjuti
    rekomendasi temuan Badan POM (Info Singkat VIII, September 2016: 10-12).

Akan tetapi, hingga kini RUU tersebut belum disahkan oleh DPR RI, produk payung hukum yang melandasi pengawasan peredaran obat ilegal hanya  lahirnya Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2017 tentang peningkatan efektivitas pengawasan obat dan makanan. Padahal BPOM mengharapkan mampu menjalankan fungsi penyidikan, mulai penggeledahan, penyitaan dan penahanan terhadap terduga pelaku pelanggaran obat ilegal.  Lebih lanjut, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito mengatakan (dalam BBC.com/indonesia) bahwa keberadaan Inpres ini belum membuat peran pengawasan BPOM bisa berjalan efektif, selama belum ada Undang-Undang tentang Pengawasan Obat. Paket Wisata Jogja 1 Hari, Penindakan dengan memidanakan pengedar obat ilegal pun selama ini masih kurang tegas. Dapat dilihat dengan masih beredarnya obat-obatan ilegal dan hukuman yang ringan bagi pelanggar aturan peredaran obat dan makanan.

Terlihat bahwa masih banyak kendala yang dihadapi pemerintah untuk meanggulangi peredarana obat ilegal. Padahals sementara pemerintah mencari solusi, peredaran obat ilegal terus berlangsung menyasar kelompok-kelompok masyarakat paling rentan hingga masyarakat dengan akses ekonomi yang tinggi. Apoteker sebagai profesi yang seharusnya tahu betul berbagai informasi tentang obat-obatan dan berhubungan langsung dengan masyarakat dalam distribusi obat-obatan dapat menjadi tumpuan pemerintah dalam mengatasi peredaran obat ilegal

Ikatan Apotek Indonesia (IAI) pada 21 September 2017 mengumpulkan seluruh anggota terutama yang praktik di sarana pelayanan dan sarana distribusi kefarmasia untuk koordinasi memantapkan dan melaksanakan Praktik Kefarmasian yang Bertanggung Jawab sesuai dengan Peraturan dan Perundangan yang berlaku antara lain (Majalah Medisina, Oktober-Desember 2017: 6)

  1. Harus hadir di Apotek sesuai jam praktik. Apabila Apoteker tidak hadir pada jam buka Apotek, tidak melakukan pelayanan resep (No Pharmacist No Service).
  2. Bagi Apoteker yang praktik kefarmasian di sarana pelayanan kefarmasian diharuskan melaksanakan praktik profesi sesuai standar pelayanan kefarmasian dimasing-masing tempat praktik.
  3. Bagi Apoteker yang praktik kefarmasian di sarana distribusi farmasi diharuskan melaksanakan praktik profesi sesuai dengan Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB).

Pada kesempatan lain, Menterei Kesehatan RI, dr. Nila Moeloek menyampaikan pesan kepada apoteker berkenaan dnegan maraknya peredaran obat ilegal. dr. Nila Moeloek (Majalah Medisina, Oktober-Desember 2017: 27-28) mengatakan,

‘’Saya berharap, apoteker Indonesia bisa menjadi apoteker yang mudah diakses dan terpercaya. Yaitu harus memberikan informasi tentang resistensi antimikroba kepadpemangku kepentingan”

Bagi apoteker komunitas, Menkes berpesan agar tidak lagi memberikan antibiotik tanpa
resep dokter, melakukan evaluasi penggunaan antibiotik dan memberikan edukasi dan peningkatan kesadaran masyarakat. Di rumah sakit, apoteket harus pro aktif dalam pengendalian resistensi antimikroba, dan memberikan umpan balik kepada dokter atas hasil evaluasi penggunaan antibiotik. Tak terkecuali apoteker yang berkecimpung di dunia pendidikan, di harapkan mampu memberikan pendidikan mengenai bahaya resistensi antimikroba dan penggunaan antibiotik secara bijak dilakuan upaya penguatan dengan membentuk Deputi IV yaitu Deputi Penindakan, serta meluaskan jaringan BPOM hingga ke tingkatkabupaten/kota.

Pada akhirnya, slogan saya tidak cukup untuk memerangi peredaran obat ilegal yang makin bermacam-macam modusnya. Apoteker dituntut untuk memaknai profesinya bukan sekedar pelayan masyarakat dalam bidang informasi tentang obat-obatan tapi juga harus mempunyai tanggung jawab moral akan keselamatan pasien pengguna obat.

 

Sumber:

Majalah Medisina Edisi 29/ Vol. VIII/ Oktober-Desember 2017/

Majalah Info Singkat, Vol. VIII, No. 18/II/P3DI/September/2016

“Menjadi Konsumen yang Cerdas dengan Menolak Obat Ilegal” Kompasiana 14 November 2017

“Dirjen Bea Cukai Ungkap Kasus Terbanyak Peredaran Obat Ilegal”  Health Liputan6.com/ 26 Januari 2018

“Pengawasan peredaran obat terlarang ‘terhambat’ payung hukum “ BBC Indonesia/ 21 September 2017

“Presiden Canangkan Aksi Nasional Pemberantasan Obat Ilegal” Health Liputan6.com/ 03 Oktober 2017

Rumah Kepemimpinan Regional 6 Medan mengadakan Lomba Esai Online Nasional (LEON) 2018.

Tema besar yang diangkat dalam Lomba Esai Online Nasional (LEON) 2018 adalah:

The Role Of Youth To Build Up The Big Potency Of Sumatera Utara

Sub Tema dalam Lomba Esai Online Nasional (LEON) 2018 sebagai berikut:

  1. Pendidikan
  2. Kesehatan
  3. Sains dan teknologi
  4. Ekonomi
  5. Sosial budaya
  6. Pariwisata
  7. Lingkungan
  8. Infrastruktur

Ketentuan Peserta Lomba:

  1. Peserta bersifat umum berusia 17-30 Tahun (dibuktikan dengan scan Kartu Tanda Pelajar/Mahasiswa/Penduduk) Se-Indonesia.
  2. Karya yang dikirimkan adalah karya orisinil
  3. Karya yang dikirim juga belum pernah dipublikasikan dalam perlombaan apapun.
  4. Segala bentuk pelanggaran dan plagiarism akan diberikan sanksi yang tegas berupa diskualifikasi dari keikutsertaan kompetensi.
  5. Peserta bersifat individu, bukan kelompok
  6. Setiap peserta hanya diperbolehkan mengirimkan maksimal satu naskah soal
  7. Karya tulis peserta akan menjadi hak milik panitia
  8. Keputusan dewan juri tidak dapat diganggu gugat.

Jadwal Kegiatan Lomba Esai Online Nasional (LEON) 2018

  1. Pendaftaran dan Pengumpulan Karya dalam lomba menulis ini dilakukan pendaftaran pada tanggal 5 sedangkan untuk trakhir pendaftaran adalah tanggal 21 Februari 2018
  2. Pembayaran : 5-21 Februari 2018
  3. Penjurian dan penilaian karya : 22-23 Februari 2018
  4. Pengumuman pemenang : 24 Februari 2018 (Saat Acara Leadership Talk)

Ketentua Penulisan dalam Lomba Esai Online Nasional (LEON) 2018 

  1. Naskah Essay yang diketik harus sesuai dengan tema lomba Essay , yaitu: “ The Role Of Youth To Build Up The Big Potension For Sumatera Utara (Peran Pemuda Membangun Potensi Besar Sumatera Utara)” dengan spesifikasi terhadap sub-sub tema yang lebih khusus.
  2. Essay diketik menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai EYD
  3. Essay diketik dengan 1,5 spasi pada kertas ukuran A4 dengan huruf Times New Roman, Font Size 12.
  4. Margin kiri 4 cm, kanan 3 cm, atas 3 cm, bawah 3 cm dengan Justify (rata kanan kiri).
  5. Essay berjumlah 3-7 halaman

Mekanisme Pendaftaran Dalam Lomba Esai Online Nasional (LEON) 2018 

  1. Setiap peserta wajib mendaftarkan diri dengan mengunduh dan mengisi formulir pendaftaran.
  2. Formulir pendaftaran tersebut bia kamu download disini
  3. Membayar biaya pendaftaran melalui rekening (0348-4850- 47) – BNI a.n. AHMAD ZIKRI
  4. Melakukan konfirmasi ke nomor setelah melakukan pembayaran online dalam waktumaksimal 1×24 jam dengan format: LEON2018_Nama Lengkap_Judul Essay_Asal Instansi Contoh : LEON2018_Rudy Agusman_Danau Toba Dengan Destinasi Utama Dunia_SMA 1 Al- Azhar Medan

Pengiriman dan Registrasi dalam Lomba Esai Online Nasional (LEON) 2018 

  1. Naskah esai diubah dalam bentuk pdf dengan nama file : Judul Esai yang dilombakan
  2. Naskah essay yang dikirimkan juga melampirkan dokumen tambahan antara lain:

 

  • Formulir Pendaftaran
  • Lembar Pernyataan Orisinalitas (Matrai 6000)
  • Scan KTM/KTP sebanyak 1 buah dengan format .jpg atau .jpeg. KTM diberi nama dengan
  • format : KTP/KTM_NAMA LENGKAP_ASAL UNIVERSITAS
  • Scan/foto bukti pembayaran dengan format .jpg atau .jpeg.

Naskah essay dan dokumen tambahan dikumpulkan dalam satu folder lalu dijadikan dalam bentuk .rar dengan format berkas: LEON2018_Nama Lengkap_Judul Esai_Asal Universitas dikirimkan ke alamat email : [email protected]

Pengumuman dan Penghargaan Lomba Esai Online Nasional (LEON) 2018

Pengumuman pemenang dapat dilihat di : instagram, oa line rk medan dan akan dihubungi
oleh panitia. Pemenang akan mendapatkan hadiah:

  • Juara 1 : Rp. Uang Pembinaan,- + Souvenir + Sertifikat.
  • Juara 2 : Rp. Uang Pembinaan + Souvenir + Sertifikat.
  • Juara 3 : Rp. Uang Pembinaan + Souvenir + Sertifikat.
  • Seluruh Pendaftar mendapat E-Sertifikat.
  • 25 Karya Terbaik akan di bukukan bersama Peserta Rumah Kepemimpinan

 

Info lebih lanjut:

Instagram:@rkmedan

E-mail: [email protected]

CP: 0852-0759- 7844 (Susanto)

Line: isan_ctf

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sendiri adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial (jkn.kemkes.go.id).

BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) sendiri adalah badan atau perusahaan asuransi yang sebelumnya bernama PT Askes yang menyelenggarakan perlindungan kesehatan bagi para pesertanya. Perlindungan kesehatan ini juga bisa didapat dari BPJS Ketenagakerjaan yang merupakan transformasi dari Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja). Dari masing-masing definisi ini maka bisa disimpulkan bahwa perbedaan diantara keduanya ini adalah bahwa JKN merupakan nama programnya, sedangkan BPJS merupakan badan penyelenggaranya yang kinerjanya nanti diawasi oleh DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional (cermati.com).

JKN memberikan pelayanan kesehatan dari pencegahan hingga pengobatan. Pelayanan kesehatan berupa tindakan preventif yaitu: penyuluhan kesehatan, imunisasi dasar, konseling Keluarga Berencana, dan skrining kesehatan. Dalam hal pelayanan kesehatan berupa pengobatan, masyarakat dapat memilih atau sesuai  fasilitas dari kelas I, II, atau III sesuai dengan besaran iuran yang dibayarkan. Sistem iuran yang telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013.

Dimuali sejak Januari 2014 JKN mengalami berbagai persoalan dalam pelaksanaannya, satu di antara yang paling krusial adalah ketersediaan Obat yang sering kali terbatas. Sebagaimana dicatat oleh Kompas.com (22 Desember 2016) berdasarkan penelitian yang dilakukan Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia, setidaknya 42% peserta JKN mengeluarkan biaya pribadi untuk membeli obat, dengan 31% responden adalah pasien yang ada di rumah sakit.

Pengadaan obat bagi pasein peserta JKN diatur dalam formularium nasional (Fornas), namun tidak semua jenis obat masuk dalam daftar Fornas tersebut. Jenis obat yang sering langka pun adalah obat untuk penyakit kanker dan rematoid artritis. Selain itu, persoalan kesulitan akses terhadap obat-obatan ini juga disebabkan oleh ketidakteraturan administrasi rumah sakit. Rumah sakit sering melakukan pemesana obat pada triwulan kedua dan ketiga, sehingga pada waktu tersebut terjadi lonjakan pemesanan obat. Keterlambatan pembayaran obat oleh rumah sakit pun menjadi penyebab kelangkaan obat bagi peserta JKN, keterlambatan tersebut menjadikan rumah sakit masuk daftar hitam para distributor obat. Hal lain yang menyebabkan kelangkaan obat untuk peserta JKN adalah integritas pihak yang berperan dalam pengadaan obat. Adanya tindakan korupsi dalam proses pengadaan obat disinyalir berpengaruh besar terhadap aksesibilatas obat-obatan untuk pasien peserta JKN.

Menurut kajian KPK pada Oktober 2016, ketidakberesan tersebut dimuali sejak dalma proses perencanaan.  Obat-obatan yang ditanggng oleh BPJS dikelola melalui e-catalogue. Sering terjadi ketidaksesuaian Formularium Nasional (Fornas) dan e-catalogue, aturan perubahan Fornas berlaku surut melanggar asas kepastian hukum, mekanisme pengadaan obat melalui e-catalogue belum optimal, dan tidak akuratnya Rencana Kebutuhan Obat (RKO) sebagai dasar pengadaan e-catalogue. Selain itu persoalan mengenai ketidaksesuaian daftar obat pada Panduan Praktik Klinis (PPK) FKTP dengan Fornas FKTP, belum adanya aturan minimal kesesuaian Fornas pada formularium RS/Daerah, belum optimalnya monitoring dan evaluasi terkait pengadaan obat, serta Lemahnya koordinasi antar lembaga. KPK mencium persoalan ketersediaan obat ini terjadi sejak perencanaan. Disebutkan, kebutuhan obat banyak yang tidak disampaikan dalam Rencana Kebutuhan Obat (RKO). Akibatnya, kebutuhan obat yang mencapai 5 juta hanya tercantum dalam e-catalogue sebanyak 1 juta. Untuk menutupi defisit obat sebanyak 4 juta, rumah sakit dan puskesmas membeli obat di pasar bebas yang lebih mahal ketimbang di e-catalogue (beritasatu.com).

Beberapa kasus kelangkaan obat untuk pasien peserta JKN ini sudah dilakuakn analisis oleh beberapa akademisi. Di antaranya Aditya Nugraha Nurtantijo, Kuswinarti, dan Deni Kurniadi Sunjaya dalam risetnya yang berjudul Analisis Ketersediaan Obat pada era Jaminan Kesehatan Nasional di Apotek Wilayah Bojonegara Kotamadya Bandung Tahun 2015, disebutkan bahwa pernah terjadi kerugian hingga Rp82 juta pada Juni 2015 karena ada keterlambatan pemberitahuan regulasi baru yang menyebabkan banyak klaim obat tidak diterima oleh BPJS. Selain itu, faktor-faktor yang memengaruhi ketidaktersediaan obat tersebut, yaitu pengadaan obat dari distributor yang memenangkan tender yang tidak sesuai kontrak kerja dengan BPJS; manajemen terutama dari BPJS dalam hal penyetujuan peresepan; sosialisasi program JKN kepada pihak-pihak terkait, antara lain dokter, apotek, dan peserta.

Penelitian lain dilakukan oleh Devina Eirene Mendrofa dan Chriswardani Suryawati dengan judul Analisis Pengelolaan Obat Pasien BPJS Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Panti Wilasa Citarum Semarang
dalam Jurnal Manajemen Kesehatan Indonesia Vol. 4 No. 3 Desember 2016. Hasil penelitian tersebut menjelaskan beberapa persoalan yang dihadapi Rumah Sakit Panti wilasa Citarum dalam pengadaan obat bagi peserta JKN, di antaranya , Instalasi Farmasi Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum mengalami kesulitan dalam pengadaan obat BPJS yaitu e-catalogue yang tidak bisa diakses rumah sakit swasta, tidak semua jenis obat yang tersedia di e-catalog
dapat dibeli oleh rumah sakit dengan harga e-catalogue karena ketersediaan obat BPJS yang terbatas, tidak semua jenis obat di fornas tersedia di e-catalogue.

Kesulitan dalam pengadaan obat BPJS mempengaruhi pemberian obat yang dapat diberikan oleh rumah sakit kepada pasien BPJS. Kekosongan obat BPJS mengakibatkan instalasi farmasi menunda pembelian obat yang mengakibatkan pasien BPJS rawat jalan tertunda pemberian obatnya. Sedangkan untuk rawat inap apabila obat dengan harga e-catalogue tidak ada menyebabkan instalasi farmasi membeli obat dengan harga reguler yang jauh lebih mahal. Selain itu, pengiriman beberapa obat BPJS lebih lama dibandingkan dengan obat reguler karena adanya prosedur yang harus dilalui. Jumlah obat BPJS yang tersedia di distributor terbatas menyebabkan jumlah obat yang dipesan dan yang diterima tidak sama. Apabila rumah sakit tidak dapat membeli obat BPJS dengan cara manual e-catalogue, Instalasi Farmasi akan mencari obat dengan kandungan yang sama dengan harga yang dibeli rumah sakit bisa mendekati harga e-catalogue. Hal yang krusial lainnya adalah pembuatan Rencana Kebutuhan Obat (RKO) selama setahun terutama obat BPJS juga belum dilakukan oleh banyak rumah sakit swasta termasuk Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum.

Dari semua contoh ketidaktersediaan obat-obatan bagi pasien pesertea BPJS di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor menajerial adalah hal utama yang perlu dibenahi dari tahap perencanaan hingga pengawasan. Sehingga, tidak terbuka kemungkinan dana pengadaan obat disalahgunakan, keterlambatan obat, dan kerugian akibat klaim obat yang tak berlaku. Peserta JKN sudah melakukan kontrak dengan pemerintah untuk menjamin layanan kesehatannya melalui sistem asuransi, oleh karena itu hal paling penting seperti obat harus tersedia dan mudah diakses.

Ketersediaan obat ini sebagaimana dicatat oleh Satibi, Ranowijaya, Aswandi, Junagsti Bermalam, dan Gunawan Pamudji Widodo Analisis of Factors That Influence the Availability of Drugs During JKN Era dalam penelitiannya yang berjudul  dimuat Indonesian Journal of Pharmacy pada 2017:

Available means ready of facilities (manpower, things needed, capital, budget) at certain time. So that availability means the degree of availability of drugs that can be used to conduct medicinal treatment in the health care unit. The availability of drugs in the primary health facility influenced by variable factors such as supply and using of drugs (Satibi, 2015).

Pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk memperbaiki sistem pengadaan obat bagi pasien JKN bukan hanya pemerintah yang mengambiul kebijakan, tetapi juga manajemen rumah sakit, dan apoteker harus dilibatkan dalam proses pengambilan kebijakan mengenai pengadaan obat. Penting bagi semua pihak yang terlibat dalam pengadaan obat tersebut untuk berkorelasi.

 

Sumber:

jkn.kemkes.go.id

cermati.com

Kompas.com

Indonesian Journal of Pharmacy, Oktober 2017.

Jurnal Manajemen Kesehatan Indonesia Vol. 4 No. 3 Desember 2016

Jurnal Sains dan Kesehatan Volume 1 Nomor 4 Tahun 2016

Yogyakarta sebagai satu di antara tujuan destinasi wisata mempunyai objek wisata alam yang indah, satu di antaranya Pantai Trisik, Sidorejo, Banaran, Galur, Kulon Progo. Pantai Trisik memiliki karakteristik tanah berpasir hitam khas pantai Selatan. Selain itu, ombak di pantai ini cenderung kuat dan besar, di bulan –bulan tertentu sering terjadi pasang yang tak jarang menimbulkan abrasi. Berhadapan langsung dengan samudera Hindia, Trisik dikenal dengan kawasan pesisir yang memiliki potensi lokal di bidang kelautan & perikanan, pertanian serta kawasan laguna yang terbentuk secara alami karena proses abrasi pantai.

Kurangnya perhatian dari pemerintah terhadap keberlansungan wisata di Pantai Trisik membuat masyarakat setempat hanya mengandalkan tenaga dan dana secara mandiri.  Hal ini sangat disayangkan, misalnya upaya pelestarian penyu masih belum dianggap serius yang disebabkan minimnya pengetahuan tentang cara mengelola tata ruang di sekitar pantai, kurangnya spot-spot foto yang bisa menarik pengunjung, dan kurangnya kebersihan toilet di kawasan Pantai. Apabila hal ini dibiarkan akan berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakatnya yang juga dapat berdampak terhadap aspek-aspek lain seperti sulitnya mengembangkan ekonomi, tingkat kepedulian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan, dan tingkat pendidikan masyarakat disekitar Pantai. Masalah ini membutuhkan teknologi yang mampu membantu masyarakat, karena sekarang belum ada teknologi dan sistem yang terintegrasi untuk membangun masyarakatnya. Dengan adanya peran akademisi dan saintis diharapkan akan mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar Pantai Trisik ke arah yang lebih baik.

Hal demikain yang melatarbelakangi diselenggarakannya kembali Lomba Karya Tulis Ilmiah UNYSEF ke-7 tahun ini. Lomba yang dinisiasi oleh Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta yang mengkhusukan diri dalam bidang penulisan ilmiah ini bertemakan: “Optimalisasi Peran Pemuda dalam Mengembangkan SDM dan SDA Guna Mewujudkan Indonesia Mandiri”. LKTIN UNYSEF 2018 Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) ditujukan untuk para mahasiswa aktif jenjang S1 atau D3 Perguruan Tinggi Negeri, satu tim beranggotakan 3 orang.

 

Persyaratan :

  1. Peserta terdaftar sebagai mahasiswa (D3/S1) aktif perguruan tinggi di Indonesia dibuktikan dengan mengirimkan scan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM).
  2. Tim peserta terdiri dari minimal 2 orang dan maksimal 3 orang dengan 1 orang sebagai ketua dan yang lain sebagai anggota kelompok dapat berasal dari program studi yang berbeda, tetapi masih dalam perguruan tinggi yang sama.
  3. Satu orang dapat bergabung dalam 2 tim yang berbeda, tetapi hanya boleh menjadi ketua pada satu karya.
  4. Karya yang dikirimkan adalah karya asli (orisinil) yang belum pernah dipublikasikan dan belum pernah menjadi juara pada event lainnya.
  5. Karya yang telah dikirim akan menjadi hak panitia.

 

Hadiah:

Juara 1 : Thropy + Sertifikat + Rp 3.500.000

Juara 2 : Thropy + Sertifikat + Rp 2.500.000

Juara 3 : Thropy + Sertifikat + Rp 1.500.000

Harapan 1,2,3 : Thropy + Sertifikat + uang pembinaan

Best presentation : Thropy + Sertifikat

Best poster : Thropy + Sertifikat

 

Peserta dapat melakukan pengisian formulir secara online melalui

http://bit.ly/FormulirPendaftaranUNYSEF2018

 

Link Panduan:

http://bit.ly/PanduanLKTIN_UNYSEF2018

 

Update informasi :

IG : @unysef2018

Website : unysef.ukmpenelitianuny.org

Email : [email protected]

 

Distribusi obat selama ini dilakukan tanpa melibatkan sektor publik dan swasta selain yang berhubungan dengan bisnis distribusi obat. Proses distribusi obat tidak dirancang untuk melibatkan sketor publik dan swasta guna menekan biaya layanan kesehatan dan meningkatkan ketersediaan obat. Berikut diagram yang menggambarkan proses distribusi obat (FDA, 2011):

Terlihat bahwa sektor privat sangat banyak berperan dalam sistem distribusi obat, dan oleh karenanya mempunyai peran besar pula terhadap aksesibiltas layanan kesehatan. Padahal, menurut riset yang dilakukan WHO (World Health Organization), sektor publik dan privat dapat berperan lebih dalam sistem distribusi obat untuk meningkatkan ketersediaan obat dan menekan biaya layanan kesehatan. Untuk tujuan demikian WHO menyebutkan beberapa langkah yang dapat dilakukan, di antaranya:

  1. Menggunakan struktur pasar (seperti lisensi dan registrasi) dalam bidang informasi dan edukasi (seperti secara langsung menyediakan informasi dan regulasi praktik promosi).
  2. Mengontrol harga (harga distibutor maupun produsen, dan margin harga retail).
  3. engatur pemberian insentif (secara finansial atau hal lainnya)
  4. Melakukan pembiayaan (seperti skema obat masyarakat dan skema asuransi kesehatan).

Semua langkah di atas menurut riset WHO adalah demi menjadikan kinerja sektor publik lebih efisien dalam menyediakan layanan kesehatan dan ketersediaan obat. paket wisata jogja 1 hari, Peranan sektor privat dalam menunjang ketersediaan layanan kesehatan tersebut sudah ditunjukkan oleh tiga perusahaan besar yaitu Amazon, Berkshire, dan JPMorgan. Tiga perusahaan tersebut pada Selasa (30/1) lalu mengumukan rencananya untuk bekerja sama guna mengubah sistem ketersediaan layanna kesehatan untuk lebih dari satu juta pekerja mereka di Amerika Serikat.

Pengumuman kerja sama tersebut membawa keterkejutan pada industri kesehatan. Pasalnya tiga perusahaan tersebut mengumumkan untuk membuat perusahaan yang non-profit yang bebas insentif. Hal demikian merupakan tantangan bagi perusahaan yang berperan sebagai perantara atau makelar dalam rantai penyediaan layanan kesehatan. kursus web jogja Para CEO perusahaan tersebut menyadari bahwa hal demikian mungkin sulit dilakukan. Namun, mereka bertekad untuk mewujudkannya dengan pertama-tama berfokus pada kondisi internalnya lalu menggunakan data mereka guna menekan biaya layanan kesehatan. Biaya kesehatan yang berpotensi untuk ditekan adalah dengan transparansi biaya kunjungan dokter dan tes laboratorium, dan pembelian secara langsung beberapa item medis.

Rencana tiga perusahaan tersebut ditanggapi oleh Ashraf Shehata, penasihat layanan kesehatan KPMG LLP di Amerika Serikat yang mengatakan ”Saya akan mendukung apapun yang menggerakkan pasar walaupun sedikit, seperti memberikan insentif pada kompetisi dan penekanan terhadap asuransi kesehatan yang besar”.

Sadar kesulitan yang mungkin dihadapi untuk melancarkan rencana tersebut, namun pernyataan CEO Amazon kursus seo jogja, Jeff Bazos, menegaskan tekad mereka untuk melakukan perubahan itu. Ia mengatakan, “Kemungkinan rencana kerja sama ini akan sulit dilakukan, mengurangi beban ekonomi layanan kesehatan selagi meningkatkan keuntungan untuk pekerja dan keluarganya. Namun hal itu patut dicoba. Kesuksesan memerlukan ekpertis yang bertalenta, mental pemula, dan orientasi jangka panjang”.

Sumber:

Sara Bennett, Jonathan D. Quick, Germán Velásquez,  Public-private roles in the pharmaceutical sector. WHO 1997.

Bloomberg.com

Resep / resép/ n berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2008: 1202) adalah  keterangan dokter tentang obat serta takarannya yang harus dipakai oleh si sakit dan dapat ditukar dengan obat di apotek; Keterangan tentang bahan-bahan dan cara memasak obat, makanan dan sebagainya.

Bahasa resep merupakan bahasa penulisan resep, menggunakan singkatan bahasa latin. Bahasa latin digunakan sebagai bahasa resep karna bahasa latin merupakan bahasa yang tidak berkembang, alias statis, sehingga makna bahasanya tidak berubah oleh waktu, baku dan kaku, sehingga bisa digunakan menjadi bahasa standar dalam resep secara global. Berikut beberapa singkatan yang biasaya terdapat dalam resep:

  1. us int. (ad usum internum) = dalam pemakaian dalam
  2. hor. (alternis horis) = tiap jam
  3. (biduum) = waktu 2 hari
  4. caut (caute) = hati hati
  5. (clysma) = enema, lavemen
  6. s. (da signa) = berikan dan tulis
  7. dil (dilutus) = diencerkan
  8. ut (externum utendum) = untuk dipakai diluar
  9. fol (folia) = daun
  10. (guttae) = tetes
  11. s  (hora somni) = pada waktu mau pergi tidur
  12. iter (iteratio/iteretur) = diulang
  13. ne iter (N.I) (ne iteretur) = jangan diulang
  14. n (omni nocte) = tiap malam
  15. r.n. (pro re nata) = kadang kadang jika perlu
  16. (semis) = separuh
  17. trit (tritus) = gerus
  18. v (usus veterinarius) = pemakaian untuk hewan

 

Sumber :

KBBI, 2008

http://ilmu-kefarmasian.blogspot.co.id/2013/02/istilah-resep-obat-daftar-singkatan.html