“Amazon Effect” pada Masa Depan Toko Obat

Keinginan ritel daring besar Amazon untuk merambah bidang kefarmasian memang sudah lama terdengar atau tepatnya Mei 2017, tetapi hal tersebut kemungkinan akan dilaksanakan pada tahun ini. Beberapa media di Amerika Serikat menberitakan bahwa supermarket yang menjual produk obat-obatan siap mengumumkan kebangkrutannya. Supermarket seperti Winn Dixie yang dibawah manajemen Bi-Lo tengah menyiapkan rencana penutupan 200 supermarketnya pada Maret ini.

Bi-Lo untuk pertama kalinya mengalami menghadapi kebangkrutan, walaupun sebelumnya pernah melewati krisi moneter 2005 dan 2009. Bi-Lo dikabarkan memiliki hutang hingga 1 milyar dolar AS. Padahal pada Juni 2017 Bi-Lo dikabarkan memiliki 495 toko di Florida, alabama, Louisiana, Georgia, dan Mississipi. Pada Mei 2017 Winn Dixie memperkerjakan lebih dari 38,000 karyawan yang melayani konsumen pada setidaknya 500 supermarket, 150 toko minuman beralkohol, dan 280 apoteke.Berbeda dengan Winn Dixie, Tops Friendly masih mencoba berencana mencari perlindungan dari kreditur untuk menyelamatkan supermarketnya.

Laporan Bloomberg menerangkan bahwa kebangkrutan dua supermarket ini berkaitan dengan keberadaan laman Amazon. Bisnis super market memang diakui adalah lahan bisnis yang berisiko tinggi. Margin keuntungan yang rendah dan ketatnya persaingan menjadi tantangan utama. Keberadaan Amazon dan akuisisinya terhadap Whole Foods mendorong para pengusaha super market untuk mencari cara baru agar dapat bertahan.

Tak terkecuali dengan bisnis apotek, karena dari tahun lalu Amazon mulai serius untuk melancarkan maksudnya berbisnis obat-obatan. Bahkan dari beberapa pertemuannya Amazon sudah hendak merekrut general manager untuk bisnis ini. Pembahasan utama lain dalam pertemuan-pertemuan petinggi Amazon adalah tren konsumen yang membayar untuk layanan kesehatan, tapi Amazon siap untuk memberikan pelayanan yang lebih maju.

Para ahli berspekulasi ada jutaan kesempatan pasar bagi Amazon. Di Amerika Serikan saja lebih dari 4 milyar Dolar AS resep dipesan setiap tahunnya. Pada 2015, pengeluaran untuk resep obat diestimasikan sebesar 300 milyar Dolar AS. Amazon pada beberapa tahun terakhir sudah mendapatkan persetujuan regulasi berupa 12 lisensi distributor besar negeri. Lisensi ini lebih jauh dapat melancarkan langkahnya untuk berbisnis pada dunia farmasi. Walaupun bukan lisensi farmasi sungguhan, tapi hal ini menjadi pertanda bahwa Amazon akan menjadi bagian dalam mata rantai suplai obat-obatan.

Amazon Efect, para ahli menyebut penutupan retail-retail konvensional secara perlahan. Tak hanya pekerja Winn Dixie dan Tops Stores yang terkenal dampak Amazon Efect, pekerja retail obat pun demikian. Seiring dengan Amazon  yang semakin gencar berbisnis dalm bidang farmasi, apoteker independen diharuskan bekerja lebih keras. Ketika Amazon dapat menawarkan pelayanan yang lebih murah, seorang apoteker dapat memberi pelayanan yang ramah, interaksi secara langsung dan konseling pasien yang mungkin lebih berharga bagi pasien. Hal demikian tentu tak dapat diberikan Amazon, hanya apoteker lokal yang dapat melakukannya.
Sumber: pharmacytimes.com