Mengulik Makna Di Balik Slogan “Apoteker Memerangi Obat Ilegal”

Didorong oleh kasus penyebaran obat-obatan ilegal yang kian banyak terungkap, berbagai apotek di Indonesia tiba-tiba ramai dihiasi dengan banner bertuliskan: Apoteker Memerangi Obat Ilegal.

Memangnya seberapa parah penyebaran obat-obatan ilegal di Indonesia? Dari awal hingga Januari 2018 saja Bea Cukai sudah menindak setidaknya 234 kasus peredaran obat ilegal. Modus peredaran tersebut dilakukan melalui jalur pelabuhan, kiriman e-commers, dan jalur pelabuhan tikus, namun kasus terbanyak adalah pengiriman mellaui kantor pos atau jasa titipan (health.liputan6.com).

Tak hanya itu, pada tahun-tahun sebelumnya masih banyak lagi kasus peredaran obat ilegal, yang paling menggemparkan tentu saja peredaran pil PCC. Berikut beberapa temuan kasus peredaran obat-obatan ilegal sebagaimana diungkapkan BPOM dalam kompasiana.com :

  1. Januari 2014 ditemukan bahan baku ilegal Carisoprodol sebanyak 195 tong @25 Kg (4.875 Kg) di Pelabuhan Sunda Kelapa di Jakarta Utara.
  2. September 2016 ditemukan 42 juta tablet ilegal yaitu Carnophen, Trihexyphenidyl (THP), Tramadol, dan Dekstometorfan di Balaraja — Banten. Tablet ilegal ini sudah dimusnahkan. Sebanyak 60 truk barang bukti yang dimusnahkan tersebut memiliki nilai keekonomian sekitar 30 miliar rupiah.
  3. Operasi Terpadu Pemberantasan Obat-obat Tertentu (OOT) yang sering disahgunakan di wilayah Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Banjarmasin, Mataram, Denpasar, Makassar, Serang, dan Palangkaraya pada tanggal 17-21 Juli 2017. Dari hasil operasi terpadu tersebut ditemukan masih adanya peredaran OOT di toko obat, toko kosmetik, dan toko kelontong sejumlah 13 item (925.919 pieces) dengan total dengan nilai keekonomian mencapai 3,1 miliar rupiah.
  4. Operasi Gabungan Nasional 5-6 September 2017. Ditemukan 436 koli atau sekitar 12 juta butir obat ilegal yang sering disalahgunakan yaitu Carnophen, Trihexyphenidyl (THP), Tramadol, dan Seledryl dengan nilai keekonomian mencapai 43,6 miliar rupiah di Banjarmasin. Temuan ini hasil Operasi Gabungan Nasional Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal yang dilakukan oleh petugas BBPOM di Banjarmasin bekerja sama dengan Tim Khusus “Bekantan” Polda Kalimantan Selatan.
  5. Balai Besar POM di Makassar juga menemukan “PCC” sebanyak 29.000 tablet. pelanggaran tersebut merupakan tindak pidana di bidang obat. Badan POM akan mengambil langkah tegas termasuk merekomendasikan pencabutan izin sarana ke Kemenkes.

Jika dirangkum dalam grafik, peredaran obat ilegal di Indonesia seperti dicatat dalam Majalah Info Singkat Vol. VIII, September 2016, media resmi publikasi DPR RI, adalah sebagai berikut:

Sumber: Badan POM 2016

BPOM (dalam Kompas.com) menjelaskan dampak penggunaan obat ilegal yakni obat, obat tradisional, dan kosmetik palsu menimbulkan dampak kesehatan bagi kulit dan organ. Untuk kulit, efek samping dari penggunaan obat palsu yang berkepanjangan seperti reaksi fotosensivitas dan syndrom Steven Johnson. Sedangkan untuk efek semping terhadap organ yaitu dapat menimbulkan kerusakan ginjal, kerusakan hati, moon face dan kerusakan jantung.

Oleh karena itu, pemerintah dengan segera mencari formulasi tepat agar peredaran obat ilegal segara dapat dihentikan. Di antara kebijakan tersebut, pemerintah merumuskan di antaranya pengawasan pre-market dan post-market, lalu dilanjutkan dengan tindakan pemidanaan. Namun, dalam proses pengawasan pre-market dan post-market yang dilakukan oleh Balai Besar POM dan Balai POM yang ada di 33 propinsi di Indonesia, masih tergolong kurang efektif karena kekurangan SDM. Untuk mengawasi 33 propinsi tersebut BPOM memiliki 3.881 orang dengan wilayah kerja yang sangat luas. Selain itu, fasyankes  sarana pelayanan kefarmasian yang menjadi objek pengawasan Badan POM berjumlah 200.000 (Info Singkat Vol. VIII, September 2016: 10-11).

Melihat kondisi demikian memunculkan gagasan untuk memperkuat kewenangan Badan POM dalam pengawasan obat, yaitu melalui RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan
serta Pemanfaatan Obat Asli Indonesia. RUU yang menjadi usul inisiatif DPR
tersebut masuk ke dalam Prolegnas 2014-2019 dengan urutan nomor 121. Melalui RUU, penguatan Badan POM perlu dilakukan dalam bentuk:

  1. Adanya bagian intelijen, penyelidikan danpenyidikan, pengejaran dan penindakan pelaku, pengawasan dan pemusnahan barang bukti, dan tindak pidana pencucian uang. Dengan demikian Badan POM dapat secara otonom melakukan tugas pemberantasan obat ilegal.
  2. Pendirian Balai POM dan Pos POM tidak hanya pada tingkat provinsi melainkan sampai ke tingkat kecamatan atau kelurahan untuk dapat menjangkau pengawasan di seluruh fasilitas kesehatan dan fasilitas kefarmasian seiring dengan peningkatan jumlah, kapasitas, dan
  3. Peningkatan advokasi kepada pemerintah daerah untuk dapat menindaklanjuti
    rekomendasi temuan Badan POM (Info Singkat VIII, September 2016: 10-12).

Akan tetapi, hingga kini RUU tersebut belum disahkan oleh DPR RI, produk payung hukum yang melandasi pengawasan peredaran obat ilegal hanya  lahirnya Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2017 tentang peningkatan efektivitas pengawasan obat dan makanan. Padahal BPOM mengharapkan mampu menjalankan fungsi penyidikan, mulai penggeledahan, penyitaan dan penahanan terhadap terduga pelaku pelanggaran obat ilegal.  Lebih lanjut, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito mengatakan (dalam BBC.com/indonesia) bahwa keberadaan Inpres ini belum membuat peran pengawasan BPOM bisa berjalan efektif, selama belum ada Undang-Undang tentang Pengawasan Obat. Paket Wisata Jogja 1 Hari, Penindakan dengan memidanakan pengedar obat ilegal pun selama ini masih kurang tegas. Dapat dilihat dengan masih beredarnya obat-obatan ilegal dan hukuman yang ringan bagi pelanggar aturan peredaran obat dan makanan.

Terlihat bahwa masih banyak kendala yang dihadapi pemerintah untuk meanggulangi peredarana obat ilegal. Padahals sementara pemerintah mencari solusi, peredaran obat ilegal terus berlangsung menyasar kelompok-kelompok masyarakat paling rentan hingga masyarakat dengan akses ekonomi yang tinggi. Apoteker sebagai profesi yang seharusnya tahu betul berbagai informasi tentang obat-obatan dan berhubungan langsung dengan masyarakat dalam distribusi obat-obatan dapat menjadi tumpuan pemerintah dalam mengatasi peredaran obat ilegal

Ikatan Apotek Indonesia (IAI) pada 21 September 2017 mengumpulkan seluruh anggota terutama yang praktik di sarana pelayanan dan sarana distribusi kefarmasia untuk koordinasi memantapkan dan melaksanakan Praktik Kefarmasian yang Bertanggung Jawab sesuai dengan Peraturan dan Perundangan yang berlaku antara lain (Majalah Medisina, Oktober-Desember 2017: 6)

  1. Harus hadir di Apotek sesuai jam praktik. Apabila Apoteker tidak hadir pada jam buka Apotek, tidak melakukan pelayanan resep (No Pharmacist No Service).
  2. Bagi Apoteker yang praktik kefarmasian di sarana pelayanan kefarmasian diharuskan melaksanakan praktik profesi sesuai standar pelayanan kefarmasian dimasing-masing tempat praktik.
  3. Bagi Apoteker yang praktik kefarmasian di sarana distribusi farmasi diharuskan melaksanakan praktik profesi sesuai dengan Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB).

Pada kesempatan lain, Menterei Kesehatan RI, dr. Nila Moeloek menyampaikan pesan kepada apoteker berkenaan dnegan maraknya peredaran obat ilegal. dr. Nila Moeloek (Majalah Medisina, Oktober-Desember 2017: 27-28) mengatakan,

‘’Saya berharap, apoteker Indonesia bisa menjadi apoteker yang mudah diakses dan terpercaya. Yaitu harus memberikan informasi tentang resistensi antimikroba kepadpemangku kepentingan”

Bagi apoteker komunitas, Menkes berpesan agar tidak lagi memberikan antibiotik tanpa
resep dokter, melakukan evaluasi penggunaan antibiotik dan memberikan edukasi dan peningkatan kesadaran masyarakat. Di rumah sakit, apoteket harus pro aktif dalam pengendalian resistensi antimikroba, dan memberikan umpan balik kepada dokter atas hasil evaluasi penggunaan antibiotik. Tak terkecuali apoteker yang berkecimpung di dunia pendidikan, di harapkan mampu memberikan pendidikan mengenai bahaya resistensi antimikroba dan penggunaan antibiotik secara bijak dilakuan upaya penguatan dengan membentuk Deputi IV yaitu Deputi Penindakan, serta meluaskan jaringan BPOM hingga ke tingkatkabupaten/kota.

Pada akhirnya, slogan saya tidak cukup untuk memerangi peredaran obat ilegal yang makin bermacam-macam modusnya. Apoteker dituntut untuk memaknai profesinya bukan sekedar pelayan masyarakat dalam bidang informasi tentang obat-obatan tapi juga harus mempunyai tanggung jawab moral akan keselamatan pasien pengguna obat.

 

Sumber:

Majalah Medisina Edisi 29/ Vol. VIII/ Oktober-Desember 2017/

Majalah Info Singkat, Vol. VIII, No. 18/II/P3DI/September/2016

“Menjadi Konsumen yang Cerdas dengan Menolak Obat Ilegal” Kompasiana 14 November 2017

“Dirjen Bea Cukai Ungkap Kasus Terbanyak Peredaran Obat Ilegal”  Health Liputan6.com/ 26 Januari 2018

“Pengawasan peredaran obat terlarang ‘terhambat’ payung hukum “ BBC Indonesia/ 21 September 2017

“Presiden Canangkan Aksi Nasional Pemberantasan Obat Ilegal” Health Liputan6.com/ 03 Oktober 2017